Minggu, 06 Januari 2013

NETRALITAS KORPORAT DAN BIROKRASI INOVATIF DI INDONESIA


NETRALITAS KORPORAT DAN BIROKRASI INOVATIF
DI INDONESIA:
MENANAM, MERAWAT DAN MENUAI KEMULIAAN BANGSA

Oleh:
Syafuan Rozi

Abstract
This article will telling us any alternatives about how Indonesian bureaucracy should be reforming and transforming its structure and values into new paradigm, culture and structure. The key words are how they can change to be a political neutrality institution and competence person, they should have good training to build clear vision as entrepreneur corporate and ascetic spiritual institution when they serving all of citizens and states. The conclusion of this article are the explanation about how any stakeholder in Indonesia should make planning of bureaucracy model of transformation and applicable implementation to achieve good bureaucracy, promoting state capacity and welfares people issues should be managed now and the future.

PENGANTAR

Demi memuliakan bangsa, menjadi pembuat perubahan atau change maker dalam suatu institusi yang pernah menjadi instrumen kekuasaan politik memang tidak mudah, termasuk membenahi institusi dan kultur birokrasi/Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Nusantara. Surat kaleng ancaman, pandangan rendah-meremehkan, intrik kusut menebar fitnah sampai tidak dilibatkan dalam pertemuan/kegiatan, dimutasikan ke jabatan pelengkap penyerta, kerap harus dihadapi oleh para pembaharu/inovator birokrasi. Kepada kelompok penentang upaya transformasi dan reformasi birokrasi ini, kita hanya bisa
mengatakan, Mahatma Gandhi saja yang wajahnya begitu baik, tenang dan perilakunya menyejukkan, dengan prinsip ahimsa-perlawanan tanpa kekerasan, mereka bunuh, apalagi kita yang bukan
siapa-siapa. Namun sebagian kita masih ingin memuliakan birokrasi dan kesejahteraan publik dikemudian hari, apapun kendala yang menghadang. Batu karang yang garang pun bisa bolong-belah tertembus oleh tetesan halus mata air yang terus-menerus. 

Ada tawaran strategis, bahwa PNS perlu dirubah “dari dalam”, yaitu di mulai oleh kalangan PNS sendiri. Mengubah suatu keadaan yang bernuansa birokratik-lamban prosedural dan tadinya menjadi alat kekuasaan elit, menuju institusi korporat yang profesional, cepat tanggap, kreatif, dalam pelayanan publik dalam rangka menciptakan lapangan kerja terdidik, terjangkaunya pangan bergizi, perumahan
yang dekat dengan tempat kerja, jalan raya yang awet dan tidak macet, angkutan umum yang nyaman, perawatan kesehatan yang dibiayai asuransi nasional, dan seterusnya. Untuk mencapai itu diperlukan kondisi netralitas politik birokrasi adalah suatu upaya sinergi atau saling mendukung yang dilakukan oleh beberapa pihak atau kelompok di dalam masyarakat yang menginginkan terbentuknya suatu keadaan politik yang lebih adil dan demokratis, dengan persyaratan bahwa birokrasi tidak boleh memihak atau tidak menjadi perpanjangan tangan salah satu kekuatan politik yang ikut bertarung dalam pemilihan umum.

Pengalaman Jepang dan Jerman, membuktikan netralitas birokrasi dalam beberapa kali pemilu yang dimenangkan oleh Liberal Democratic Party dan Christian Democratic Party, telah menghasilkan
kondisi yang memuliakan kepentingan publik dan kepastian karier birokrasi itu sendiri.Untuk itu, saatnya PNS dan KORPRI di Indonesia belajar untuk menanam, merawat independensi politik dan semangatnya untuk melayani publik, agar dengan sendirinya bisa menuai kemuliaan sebagai instrumen negara milik rakyat. Birokrasi dengan baik bisa mengelola pajak yang dibayarkan oleh penduduk, laba perusahaan negara dan sumber daya alam, untuk kepentingan kemakmuran dan kesejahteraan negeri ini
dengan semangat inovasi dan kreativitas utama.


PENUTUP

Sebagai penutup kita perlu memperhitungkan adanya tantangan eksternal birokrasi Indonesia seperti dampak globalisasi yang menimbulkan persaingan antar bangsa, kemajuan dan kesenjangan
teknologi antar-komunitas, tuntutan pelanggan dan pembayar pajak yang kritis terhadap negara, telah mendorong banyak organisasi dan pelaksananya untuk berubah atau “mati”, begitu juga nasib birokrasi
Indonesia. Situasi ekonomi serta persaingan yang tajam mendorong organisasi melakukan restrukturisasi, perampingan organisasi, desentralisasi, merger, pemanfaatan IT (Information Technology) dan melakukan manajemen perubahan dan harapan.

Tantangan eksternal seperti globalisasi, persaingan, kemajuan teknologi, tuntutan pelanggan (Dalam hal ini pembayar pajak dan retribusi), mendorong suatu organisasi untuk berubah, jika tidak ia akan mati suri atau dipersoalkan tanpa ujung pangkal. Situasi ekonomi yang memburuk serta persaingan yang tajam mendorong organisasi melakukan restrukturisasi, perampingan organisasi, desentralisasi,
merger, pemanfaatan IT, membangun jaringan. Jika birokrasi Indonesia masih bergaya lama, dengan struktur organisasi yang bersifat hirarkis, tentu sekarang akan dianggap terlalu lamban untuk memberikan nilai tambah kepada pelanggan atau pembayar pajak.

Organisasi dalam situasi yang sangat dinamis harus mampu bergerak secara cepat dan luwes. Struktur organisasi yang lebih datar/ horisontal dianggap lebih tepat untuk keadaan sekarang karena jarak
antara konsumen dengan pengambil keputusan lebih dekat. Bahkan struktur organisasi yang bersifat network dimana suatu organisasi hanya memiliki pusat yang kecil dan fungsi fungsi organisasi
dilaksanakan secara outsourcing (merekrut atau mengontrak SDM dari luar), dianggap sebagai struktur yang cocok untuk situasi ini.

Tantangan lingkungan birokrasi Indonesia, seperti halnya di dunia bisnis ini membuat rasa aman pegawai atau karyawan menjadi hilang. Tempat seseorang dalam suatu organisasi tiba-tiba bisa hilang. Hal ini dapat menimbulkan masalah besar dalam kehidupan seseorang. Seseorang tidak dapat lagi menggantungkan hidupnya pada organisasi. Tanggung jawab pengembangankarier seseorang didorong
menjadi tanggung jawab individu. Seseorang harus mencari nilai tambah bagi dirinya sendiri sehingga lebih luwes dalam mencari pekerjaan termasuk menciptakan pekerjaan bagi dirinya sendiri (entrepreneurship). Job security yang hilang harus digantikan menjadi career security.

Ada persoalan strukutural dan kultural yang perlu diperhatikan oleh otoritas birokrasi untuk memperbaiki kinerja lembaga ini di masa depan. Ini memerlukan semacam Badan Reformasi Birokrasi Indonesia, sebagai penggerak dan pengawal pembenahan abdi masyarakat dan negara.
Paradigma baru birokrasi Indonesia dalam rangka reformasi birokrasi dan pengembangan karier serta fungsi dan tugasnya perlu berorientasi kepada visi dan misi kewirausahaan seperti yang dihidupkan
oleh para pemikir seperti Osborn, Gaebler,Frederickson dan Rhenald Kasali. Sejalan dengan perubahan struktur organisasi maka pengembangan karier yang bersifat tradisional dianggap tidak cukup luwes untuk memunuhi kebutuhan organisasi dan pegawai pada saat ini. Tantangan dunia bisnis seperti halnya tantangan jabatan publik menuntut pola kerja yang sifatnya lintas fungsi dan tim kerja. Seseorang birokrat perlu belajar atau minimal berempati pada seorang wirausaha yang bekerja di
bidang produksi dan pemasaran yang juga harus memiliki pengetahuan keuangan, sumber daya manusia, produksi atau operasi.

Seseorang dapat pula mengembangkan karier ke bidang spesialis dan profesional tanpa harus melalui bidang manajerial. Pada beberapa perusahaan imbalan yang diterima oleh seorang profesional dapat
melebihi imbalan dari seorang manajer. Apakah birokrasi Indonesia bisa bercermin dalam dunia sedemikian. Pilihan penting lain adalah menciptakan lapangan kerja untuk anda sendiri dan orang lain.
birokrasi Indonesia baru pun perlu berisi orang-orang yang berani mangambil risiko, peka terhadap tantangan lingkungan. Arah pengembangan karier dan bidang tugas pada saat mendatang akan lebih variatif, bisa vertikal, horisontal, dapat juga horisontal dulu kemudian vertikal. Agar PNS dan KORPRI bisa memiliki career security, maka anggotanya perlu lebih aktif dan “dibuatkan jalan” atau fasilitas untuk meningkatkan ketrampilan dan kompetensi dalam lingkungan yang serba berubah, sehingga PNS benar-benar menjadi sangat ahli atau memiliki keahlian yang bersifat multiskill.
Kunci pembenahan birokrasi Indonesia masa depan adalah mendekatkannya dengan asset Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. Ia adalah kekuatan di masa depan. Jika birokrasi Indonesia bertindak mengabaikan, maka dipastikan nasibnya jalan ditempat atau ditinggalkan. Pilihan bagi birokrasi
Indonesia adalah berubah menjadi korporat yang netral dan inovatif atau mati. Hanya saja perlu dikemas agar perubahan birokrasi Indonesia dari Birokratik menjadi Korporat adalah suatu ‟pesta bersama‟ yang menyenangkan. Inovasi dan transformasi birokrasi Indonesia yang berjiwa netralitas politik korporat untuk masa depan yang bisa dirancang sekarang untuk masa depan itu antara lain:

  1. Mengkondisikan terwujudnya keadaan good governance atau tata kelolanegara atau instrumen eksekutif yang berjalan profesional dan berbasis kompetensi. Jika nepotismedipergunakan kalangan tertentu (berlatar kesamaan etnis, agama, almamater) dalam rekruitmen, perasaan tidak puas akan menggunung. Manajemen rekruitmen yang berbasis keterwakilan etnis multikultural dan keahlian profesionalisme akan menghasilkan dukungan legitimasi yang tinggi dalam suatu negara yang bermasyarakat plural.
  2. Ada pandangan transformatif bahwa istilah atau kata Pemerintah/pemerintahan dalam konteks akademis sudah saatnya digantikan dengan kata Eksekutif atau Pelaksana Otoritas Politik dari publik yang menjadi warga negara. Mereka bukan tiran atau penguasa politik, melainkan para abdi masyarakat atau pelaksana negara. 
  3. Prasyarat suatu pemerintahan yang kompeten untuk Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik, memiliki antara lain mampu mengadakan: (a). Informasi akurat; (b). Diagnosa yang benar; (c). Otoritas dan legitimasi yang memadai; d). Punya kemampuan prediktif dan anti-sipatif; (e). Bisa melakukan pengobatan atau penanganan keadaan yang tepat; (f). Mampu mengatasi dampak ikutan suatu kebijakan atau keadaan. 
  4. Birokrasi Indonesia perlu punya kriteria „a man who knows the way, shows the way and goes the way‟. Berusaha untuk mengetahui jalan atau cara yang akan ditempuh publik, menunjukannya ke publik dan ikut menjalankannya bersama publik. Korporat yang mau memikirkan perbaikan nasib generasi mendatang...insight and vision for now and fututre generations. Memajukan aspek keteladanan (leadership) dan meng-hormati hukum (rule of law) dalam segala hal, termasuk dalam persoalan menjaga integritas bangsa.
  5. Birokrasi Indonesia perlu dilandasi oleh aspek-aspek moralitas dan pembelaan terhadap HAM. yang memotivasi rakyatnya untuk membangun dirinya dan menjadikannya mitra sejajar. Prinsip good governance Birokrasi Indonesia hendaknya bermuara ke “good living for public. Seperti ungkapan Cicero “sales patriae suprame lex”: kesejahteraan rakyat adalah hukum yang tertinggi.
  6. Dalam konteks inovasi birokrasi dalam bidang kependudukan dan menjinakkan korupsi, sebagai contoh aplikasi misalnya dapat dilakukan dengan merancang single-identity number. Satu chip electronic yang bisa digunakan untuk KTP, kartu pemilih, SIM, STNK/BPKB, asuransi kesehatan/ pendidikan, rekam medis, alat bayar tol/busway/mass rapid transportation, pencatatan migrasi/laksana paspor elektronik, akta kelahiran, akta nikah, akta cerai, electronic banking/ ATM, sehingga penghasilan dan pengeluaran bisa transparan diketahui. Ini bisa dijadikan mekanisme pembuktian terbalik bagi seluruh warga negara untuk diketahui asset halalnya. 
  7. Dalam bidang IPTEK diperlukan sinergi antar birokrasi. LIPI-PLN perlu mewujudkan kerja sama dalam lingkup kegiatan penguatan inovasi, pemanfaatan iptek dan sumber daya yang dimiliki LIPI dan PLN. mengembangkan kapasitas penyediaan listrik energi terbarukan berbasis sumber daya lokal untuk desa tertinggal, kawasan perbatasan, daerah pesisir dan daerah terpencil lainnya. 
  8. Salah satu contoh praktik pemerintahan yang baik adalah adanya transparansi dan pertanggungjawaban terhadap masyarakat (public accountibility) misalnya menjelaskan berapa penerimaan pajak dari masyarakat dan untuk apa saja dana itu telah digunakan yang diumumkan lewat media publik. Adanya perhatian terhadap dinaikkannya anggaran pendidikan untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang akan mengelola potensi kemanusiaan yang ada. 
  9. Untuk menyemangati anak negeri ini saya mau memulai, menembus tradisi penemuan, ini artinya agar anggaran APBN/APBD sebanyak 20% jangan hanya untuk bidang pendidikan, tapi juga penelitian dan penemuan. Kita memang baru menjadi bangsa pedagang, belum bangsa penemu, banyak dari kita termasuk Pertamina, Bulog, cenderung melakukan impor barang dan jasa. Kebiasaan memudahkan impor, tanpa memperkuat produksi dalam negeri yang mampu penopang lapangan kerja adalah tindakan nasionalisme yang keruh. Birokrasi Indonesia perlu lebih mencintai nation-nya.
  10. Terkait dengan telah keluar surat edaran MenPan bulan April 2009, yang secara keras melarang setiap PNS untuk terlibat langsung dalam politik praktis, termasuk menganjurkan mendukung atau menolak calon wakil rakyat disemua tingkatan atau calon presiden/wakil presiden tertentu. P2P-LIPI sebagai lembaga riset publik misalnya termasuk berada digarda terdepan dalam mendorong terwujudnya netralitas PNS, semestinya semua jajaran birokrasi bersedia konsisten dengan kebijakan tersebut dan tidak ikut-ikutan mempromosikan salah seorang caleg/capres.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;